Berita Info Togel Online, Cerita Panas Dewasa Terbaru

Kumpulan agen judi togel online terpercaya

Vipaduq

Breaking

Togel Online Togel Online

Minggu, 27 Oktober 2019

Cerita Panas Sendiri Dirumah, Istri Diperkosa Supir

Namaku Winie, umurku telah 25 tahun. Waktu menikah umurku tetap 19 tahun dan kini Kedua anakku disekolahkan di luar negeri semua jadi di rumah hanya aku dan suami dan dua orang pesuruh yang hanya bekerja untuk membersihkan perabot rumah dan kebun, sementara menjelang senja mereka pulang. Suamiku sebagai seorang usahawan mempunyai berbagai usaha di dalam dan luar negri. Kesibukannya membikin suamiku rutin jarang berada di rumah.

Bila suamiku berada di rumah hanya untuk istirahat dan tidur sedang pagi-pagi sekali dirinya telah kembali leyap dalam pandangan mataku. Hari-hariku sebelum anakku yang bungsu menyusul kakaknya yang telah lebih dulu menuntut ilmu di luar negeri terasa membahagiakan sebab ada saja yang bisa kukerjakan, entah itu untuk mengantarkannya ke sekolah ataupun menolongnya dalam pelajaran.

Tetapi semenjak tiga bulan seusai anakku berada di luar negeri hari-hariku terasa sepi dan membosankan. Terlebih lagi bila suamiku sedang berangkat dengan urusan bisnisnya yang berada di luar negeri, bisa meninggalkan aku hingga 2 mingguan lamanya. Aku tak sempat ikut campur urusan bisnisnya itu jadi hari-hariku kuisi dengan jalan-jalan ke mall ataupun berangkat ke salon dan terkadang meperbuat senam.

 Hingga sebuahhari kesepianku berubah total sebab supirku. Sebuahhari setibanya di rumah dari tempatku senam supirku tanpa kuduga memperkosaku.

Semacam biasanya begitu aku tiba di dalam rumah, aku langsung membuka pintu mobil dan langsung masuk ke dalam rumah dan melangkahkan kakiku menaiki anak tangga yang melingkar menuju lantai dua dimana kamar mutlak berada. Begitu kubuka pintu kamar, aku langsung melemparkan tasku ke bangku yang ada di dekat pintu masuk dan aku langsung melepas pakaian senamku yang berwarna hitam hingga tinggal BH dan celana dalam saja yang tetap melekat pada tubuhku.

Saat aku berlangsung hendak memasuki ruang kamar mandi aku melalui tempat rias kaca milikku. Sesaat aku menonton tubuhku ke cermin dan menonton tubuhku sendiri, kulihat betisku yang tetap kencang dan berbentuk mirip perut padi, lalu mataku mulai beralih menonton pinggulku yang besar semacam bentuk gitar dengan pinggang yang kecil kemudian aku menyampingkan tubuhku hingga pantatku terkesan tetap menonjol dengan kencangnya.

Kemudian kuperhatikan tahap atas tubuhku, buah dadaku yang tetap diselimuti BH terkesan jelas lipatan tahap tengah, terkesan lumayan padat berisi dan, “Ouh.. ngapain kalian di sini!” sedikit terkejut ketika aku sedang asyik-asyiknya memandangi kemolekan tubuhku sendiri tiba-tiba saja kulihat dari cermin ada kepalanya supirku yang rupanya sedang berdiri di bibir pintu kamarku yang tadi lupa kututup. “Jangan ngeliatin.. sana cepet keluar!” bentakku dengan marah sambil menutupi tahap tubuhku yang terbuka.

Tetapi supirku bukannya mematuhi perintahku malah kakinya melangkah maju satu demi satu masuk kedalam kamar tidurku. “Aris.. Saya telah bilang cepat keluar!” bentakku lagi dengan mata melotot.
silakan bunda teriak sekuatnya, hujan di luar bakal membasmi suara ibu!” ucapnya dengan matanya menatap tajam padaku. Sepintas kulihat lubang jendela yang berada di sampingku dan nyatanya terbukti hujan sedang turun dengan lebat, terbukti ruang kamar tidurku lumayan rapat jendela-jendelanya hingga hujan turun pun takkan terdengar hanya saja di luar sana kulihat dedaunan dan ranting pohon bergoyang tertiup angin kesana kemari.

 Detik demi detik tubuh supirku terus dekat dan terus melangkah menghampiriku. Terasa jantungku terus berdetak kencang dan tubuhku terus menggigil sebabnya.

Aku pun mulai mundur teratur selangkah demi selangkah, aku tak tahu harus berbuat apa saat itu hingga akhirnya kakiku terpojok oleh bibir ranjang tidurku. “Mas.. jangan!” kataku dengan suara gemetar. “Hua.. ha.. ha.. ha..!” suara tawa supirku saat menontonku mulai kepepet. “Jangan..!” jeritku, begitu supirku yang telah berjarak satu meteran dariku menerjang tubuhku hingga tubuhku langsung terpental jatuh di atas ranjang dan dalam berbagai detik kemudian tubuh supirku langsung menyusul jatuh menindih tubuhku yang telentang.

 Aku terus berusaha meronta saat supirku mulai menggerayangi tubuhku dalam himpitannya. Perlawananku yang terus-menerus dengan memakai kedua tangan dan kedua kakiku untuk menendang-nendangnya terus membikin supirku juga kewalahan hingga susah untuk berusaha menciumi aku hingga aku sukses lepas dari himpitan tubuhnya yang besar dan kekar itu.

Begitu aku mendapat peluang untuk mundur dan menjauh dengan membalikkan tubuhku dan berusaha merangkak tetapi aku tetap kalah cepat dengannya, supirku sukses meringkus celana dalamku sambil luar biasanya hingga tubuhku pun jatuh terseret ke pinggir ranjang kembali dan celana dalam putihku berminat hingga bongkahan pantatku terbuka. Tetapi aku terus berusaha kembali merangkak ke tengah ranjang untuk menjauhinya.

Lagi-lagi aku kalah cepat dengan supirku, dirinya sukses meringkus tubuhku kembali tetapi belum sempat aku bangkit dan berusaha merangkak lagi, tiba-tiba saja pinggulku terasa kejatuhan benda berat hingga tak bisa bergerak lagi. “Aris.. Jangan.. jangan.. mas..” kataku berulang-ulang sambil terisak nangis. Rupanya supirku telah kesurupan dan lupa siapa yang sedang ditindihnya.

 Seusai menonton tubuhku yang telah mulai kecapaian dan kehabisan tenaga lalu supirku dengan sigapnya menggenggam lengan kananku dan menelikungnya kebelakan tubuhku begitu pula lengan kiriku yang kemudian dirinya mengikat kedua tanganku kuat-kuat, entah dengan apa dirinya mengikatnya. Seusai itu tubuhnya yang tetap berada di atas tubuhku berputar menghadap kakiku. Kurasakan betis kananku digenggamnya kuat-kuat lalu ditariknya hingga menekuk.

Lalu kurasakan pergelangan kaki kananku dililitnya dengan tali. Seusai itu kaki kiriku yang mendapat giliran diikatkannya bersama dengan kaki kananku. “Saya ingin mencicipi ibu..” bisiknya dekat telingaku. “Sejak pertama kali saya menikahi jadi supir ibu, saya telah mengharapkan memperoleh peluang semacam kini ini.” katanya lagi dengan suara nafas yang telah memburu. “Tapi saya maapabilan kalian Ris..” kataku mencoba mengingatkan.

Terbukti betul bu.. tapi itu waktu jam kerja, kini telah pukul 7 malam berarti saya telah leluasa tugas..” balasnya sambil melepas ikatan tali BH yang kukenakan. “Hhh mm uuhh,” desah nafasnya memenuhi telingaku.

Tapi malam ini Bu Winie harus mau melayani saya,” katanya sambil terus mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku hingga tubuhku merinding dan geli. Seusai supirku melepas pakaiannya sendiri lalu tubuhku dibaliknya hingga telentang.

Aku bisa menonton tubuh polosnya itu. Tak lama kemudian supirku hebat kakiku hingga pahaku melekat pada perutku lalu mengikatkan tali lagi pada perutku. Tubuhku kemudian digendongnya dan dibawanya ke pojok tahap kepala ranjang lalu dipangkunya di atas kedua kaki yang diselonjorkan, mirip anak perempuan yang tubuhnya sedang dipeluk ayahnya.

Tangan kirinya menahan pundakku jadi kepalaku bersandar pada dadanya yang bidang dan terkesan otot dadanya berbentuk dan kencang sedangkan tangan kanannya meremasi kulit pinggul, pahaku dan pantatku yang kencang dan putih bersih itu. “Aris.. jangan Ris.. jangan!” ucapku berulang-ulang dengan nada terbata-bata mencoba mengingatkan pikirannya. Tetapi Aris, supirku tak memperdulikan perkataanku sebaliknya dengan senyum penuh nafsu terus saja meraba-raba pahaku. “Ouh.. zzt..

Euh..” desisku panjang dengan tubuh menegang menahan geli dan semacam terkena setrum saat kurasakan tangannya melintasi belahan kedua pahaku.

Apalagi telapak dan jemari tangannya berhenti cocok di tengah-tengah lipatan pahaku. “Mass.. Eee” rintihku lebih panjang lagi dengan bergetar sambil memejapkan mata ketika kurasakan jemarinya mulai mengusap-usap belahan bibir vaginaku. Tangan Mas Aris terus menyentuh dan bergerak dari bawah ke atas lalu kembali turun lagi dan kembali ke atas lagi dengan perlahan hingga berbagai kali. Lalu mulai sedikit menekan hingga ujung telunjuknya tenggelam dalam lipatan bibir vaginaku yang mulai terasa berdenyut-denyut, gatal dan geli.

Tangannya yang terus meraba dan menggelitik-gelitik tahap dalam bibir vaginaku membikin birahiku jadi naik dengan cepatnya, apalagi telah lumayan lama tubuhku tak sempat memperoleh kehangatan lagi dari suamiku yang rutin sibuk dan sibuk. Entah siapa yang mengawali duluan saat pikiranku sedang melayang kurasakan bibirku telah beradu dengan bibirnya saling berpagut mesra, menjilat, mengecup, menghisap liur yang keluar dari dalam mulut masing-masing.

Ouh.. Winie.. wajahmu lumayan merangsang sekali Winie..!” ucapnya dengan nafasnya yang terus memburu itu.

Seusai mengatakan begitu tubuhku ditarik hingga buah dadaku yang menantang itu cocok pada mukanya dan kemudian, “Ouh.. mas..” rintihku panjang dengan kepala menengadah kebelakan menahan geli bercampur nikmat yang tiada henti seusai mulutnya dengan langsung memagut buah dadaku yang ranum itu. Kurasakan mulutnya menyedot, memagut, bahkan menggigit-gigit kecil punting susuku sambil sekali-kali luar biasa-narik dengan giginya. Entah mengapa perasaanku saat itu semacam takut, ngeri bahkan sebal bercampur aduk di dalam hati, tetapi ada perasaan nikmat yang hebat sekali seolah-olah ada sesuatu yang sempat lama hilang saat ini kembali datang merasuki tubuhku yang sedang dalam keadaan tak berdaya dan pasrah.

 Bruk..” tiba-tiba tangan Mas Aris melepaskan tubuhku yang sedang asyik-asyiknya aku menikmati sedalam-dalamnya tubuhku yang sedang melambung dan melayang-layang itu hingga tubuhku terjatuh di atas ranjang tidurku.

Tidak berapa lama kemudian kurasakan tahap bibir vaginaku dilumat dengan buas semacam orang yang kelaparan. Mendapat serangan semacam itu tubuhku langsung menggelinjang-gelinjang dan rintihan dan erangan suaraku terus meninggi menahan geli bercampur nikmat hingga-sampai kepalaku bergerak menggeleng ke kanan dan ke kiri berulang-ulang. Lumayan lama mulutnya mencumbu dan melumati bibir vaginaku terlebih-lebih dibagian atas lubang vaginaku yang paling sensitif itu.

Aris.. telah.. telah.. ouh.. ampun Aar.. riss..” rintihku panjang dengan tubuh yang mengejang-ngejang menahan geli yang menggelitik bercampur nikmat yang hebat rasanya saat itu. Lalu kurasakan tangannya pun mulai rebutan dengan bibirnya.

Kurasakan jarinya dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku dan mengorek-ngorek isi dalamnya. “Ouh.. Ris..” desisku menikmati alur permainannya yang terus terang belum sempat kudapatkan bahkan dengan suamiku sendiri. “Sabar Win.., saya suka sekali dengan lendirmu sayang!” suara supirku yang setengah bergumam sambil terus menjilat dan menghisap-hisap tanpa hentinya hingga berbagai menit lagi lamanya.

Seusai puas mulutnya bermain dan berkenalan dengan bibir kemaluanku yang montok itu si Aris lalu mendekati wajahku sambil meremas-remas buah dadaku yang ranum dan kenyal itu. “Bu Winie.., saya entot kini ya.. sayang..” bisiknya lebih pelan lagi dengan nafas yang telah mendesah-desah.

“Eee..” pekikku begitu kurasakan di belahan pangkal pahaku ada benda yang lumayan keras dan besar mendesak-desak setengah memaksa masuk belahan bibir vaginaku. “Tenang sayang.. tenang.. dikit lagi.. dikit lagi..

Aah.. sak.. kiit..!” jeritku keras-keras menahan ngilu yang amat sangat hingga-sampai terasa duburku berdenyut-denyut menahan ngilunya. Akhirnya batang penis supirku tenggelam hingga dalam dibalut oleh lorong kemaluanku dan terhimpit oleh bibir vaginaku.

Berbagai saat lamanya, supirku dengan sengaja, penisnya hanya didiamkan saja tak bergerak lalu berbagai saat lagi mulai terasa di dalam liang vaginaku penisnya ditarik keluar perlahan-lahan dan seusai itu didorong masuk lagi, juga dengan perlahan-lahan sekali seolah-olah ingin menikmati gesekan-gesekan pada dinding-dinding lorong yang rapat dan terasa bergerenjal-gerenjal itu. Makin lama gerakannya terus cepat dan cepat jadi tubuhku terus berguncang dengan hebatnya hingga, “Ouhh..

 Tiba-tiba suara supirku dan suaraku sama-sama beradu nyaring sekali dan panjang lengkingannya dengan diikuti tubuhku yang kaku dan langsung lemas bagai tanpa tulang rasanya. Begitu pula dengan tubuh supirku yang langsung terhempas kesamping tubuhku. “Sialan kalian Ris!” ucapku memecah kesunyian dengan nada geram. Cerita Bokep

Seusai berbagai lama aku melepas lelah dan nafasku telah mulai tenang dan teratur kembali. “Kamu gila Ris, kalian telah memperkosa istri maapabilanmu sendiri, tau!” ucapku lagi sambil memandang tubuhnya yang tetap terkulai di samping sisiku. “Bagaimana kalau aku hamil nanti?” ucapku lagi dengan nada kesal. “Tenang Bu Winie.., saya tetap punya pil anti hamil, Bu Winie.” ucapnya dengan tenang.

“Iya.. tapi kan udah terlambat!” balasku dengan sinis dan ketus. “Tenang bu.. tenang.. setiap pagi bunda kan rutin minum air putih dan selagi dua hari sebelumnya saya rutin mencampurkan dengan obatnya jadi Bu Winie enggak usah khawatir bakalan hamil bu,” ucapnya malah lebih tenang lagi. “Ouh.. jadi kalian telah merencanakannya, sialan kalian Ris..” ucapku dengan terkejut, nyatanya diam-diam supirku telah lama merencanakannya. “Bagaimana Bu Winie..?

Bagaimana apanya? Kini kalian lepasin saya Ris..” kataku tetap dengan nada kesal dan gemas. Maksudnya, tadi waktu di Entotin enak kan?

tanyanya lagi sambil membelai rambutku. Wajahku langsung merah padam mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh supirku, tetapi dalam hati kecilku tak bisa kupungkiri mesikipun tadi dirinya telah memperkosa dan menjatuhkan derajatku sebagai maapabilannya, tetapi aku sendiri turut menikmatinya bahkan aku sendiri merasakan organsime dua kali. “Kok ngak dijawab sich!” tanya supirku lagi

Iya..iya, tapi kini lepasin talinya dong Aris!” kataku dengan menggerutu sebab tanganku telah pegal dan kaku. “Nanti saja yach! Kini kami mandi dulu!” ucapnya sambil langsung menggendong tubuhku dan mengangkat ke kamar mandi yang berada di samping tempat ranjangku.

 Tubuhku yang tetap lemah lunglai dengan kedua tangan dan kakiku yang tetap terbelit itu diletakkan di atas lantai keramik berwarna krem muda yang dingin cocok di bawah pancuran shower yang tergantung di dinding. Seusai itu supirku menyalakan lampu kamar mandiku dan menyalakan kran air hingga tubuhku basah oleh guyuran air dingin yang turun dari atas pancuran shower itu.

Menonton tubuhku yang telah basah dan terkesan mengkilat oleh pantulan lampu kamar mandi lalu Aris supirku berjongkok dekatku dan kemudian duduk di sampingku hingga tubuhnya pun turut basah oleh air yang turun dari atas. Mata supirku yang memandangiku semacam terkesan lain dari biasanya, dirinya mulai mengusap rambutku yang basah ke belakang dengan penuh sayang semacam sedang menyayang seorang anak kecil.

Lalu diambilnya sabun Lux cair yang ada di dalam botol dan menumpahkan pada tubuhku lalu dirinya mulai menggosok-gosok tubuhku dengan telapak tangannya. Pinggulku, perutku lalu naik ke atas lagi ke buah dadaku kiri dan kemudian ke buah dadaku yang kanan. Tangannya yang terasa kasar itu terus menggosok dan menggosok sambil bergerak berputar semacam sedang memoles mobil dengan cairan kits. Sesekali dirinya meremas dengan lembut buah dada dan punting susuku hingga aku merasa geli dibuatnya, lalu naik lagi di atas buah dadaku, pundakku, leherku lalu ke bahuku, kemudian turun lagi ke lenganku. “Ah.. mas..” pekikku ketika tangannya kembali turun dan turun lagi hingga telapak tangannya menutup bibir vaginaku.

Kurasakan telapak tangannya menggosok-gosok bibir vaginaku naik turun dan kemudian membelah bibir vaginaku dengan jemari tangannya yang lincah dan cekatan dan kembali menggosok-gosokkannya hingga sabun Lux cair itu menjadi terus berbusa. Seusai memandikan tubuhku lalu dirinya pun membilas tubuhnya sendiri sambil membiarkan tubuhku tetap bersandar di bawah pancuran shower. Usai membersihkan badan, supirku lalu menggendongku keluar kamar mandi dan menghempaskan tubuhku yang tetap basah itu ke atas kasur tanpa melap tubuhku terlebih dahulu.

“Saya bakal bawakan makanan ke sini yach!” ucapnya sambil supirku melilit handuk yang biasa kupakai kepinggangnya lalu ngeloyor ke luar kamarku tanpa sempat untuk aku berbicara. Telah tiga tahun lebih aku tak sempat merasakan kehangatan yang demikian memuncak, sebab keegoisan suamiku yang rutin sibuk dengan pekerjaan.

Terbukti dalam faktor keuangan aku tak sempat ketidak lebihan. Apapun yang aku mau tentu kudapatkan, tetapi untuk urusan keharusan suami kepada istrinya telah lama tak kudapatkan lagi. Entah mengapa perasaanku saat ini semacam ada rasa sedang, gembira atau.. entah apalah namanya. Yang tentu hatiku yang selagi ini terasa berat dan bosan hilang begitu saja mesikipun dalam hati kecilku juga merasa malu, benci, sebal dan kesal.

Supirku lumayan lama meninggalkan diriku sendirian, tetapi waktu kembali rupanya dirinya membawakan masakan nasi goreng dengan telor yang tetap hangat dan segelas minuman kesukaanku. Lalu tubuhku disandarkan pada teralis ranjang. “Biar saya yang suapin Bu Winie yach!” ucapnya sambil menyodorkan sesendok nasi goreng yang dibuatnya. “Kamu yang masak Ris!” tanyaku ingin tahu.

ya, lalu siapa lagi yang masak kalau bukan saya, kan di rumah cuma tinggal kami berdua, si Wati kan udah saya suruh pulang duluan sebelum hujan tadi turun!” kata supirku. Ayo dicicipi!” katanya lagi. Mulanya aku ragu untuk mencicipi nasi goreng buatannya, tetapi perutku yang terbukti telah terasa lapar, akhirnya kumakan juga sesendok demi sesendok. Tak kusangka nasi goreng buatannya lumayan lumanyan juga rupanya. Tanpa terasa nasi goreng di piring bisa kuhabisi juga.

Bolehkan saya terbuktigil Bu Winie dengan sebutan mbak?” tanyanya sambil membilas mulutku dengan tissue. “Boleh saja, terbukti kenapa?” tanyaku. “Engga apa-apa, biar enak aja kedengaran di kupingnya.” Kalau saya boleh manggil Mbak Winie, berarti Bu Winie eh.. salah maksudnya Mbak Winie, panggil saya Bang aja yach!” celetuknya meminta.

Terserah kalian saja ” kataku. Telah nggak capai lagi kan Mbak Winie!” sahut supirku.

Terbukti kenapa!?” tanyaku. “Masih kuatkan?” tanyanya lagi dengan senyum binal sambil mulai meraba-raba tubuhku kembali. Aku tak memberi jawaban lagi, hanya menunduk malu, tadi saja aku diperkosanya malah membikinku puas disetubuhinya apalagi untuk babak yang kedua kataku dalam hati. Sejujurnya aku tak rela tubuhku diperkosanya tetapi aku tak sanggup untuk menolak permintaannya yang membikin tubuhku bisa melayang-layang di udara semacam dulu saat aku pertama kali menikah dengan suamiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.