Aku berdiri di trotoar jalan menantikan angkutan umum. Hari ini terbukti aku tidak naik motor sebab motorku sedang ada di bengkel. Entah kenapa hari ini aku sial terus dari rumah pas mau kerja motorku mendadak ngadat tidak mau distater. Sial, mana hari ini aku pagi-pagi sekali wajib telah menyerahkan laporan bulanan terhadap boss. Sial sangatlah sial.
Saat aku asik melamunkan kesialanku hari ini, tanpa sadar tiba-tiba sebuah Baleno warna silver metalik melintas di depanku dengan kecepatan tinggi, tiba-tiba… “Craaassshh…!” air genangan menyemprot ke seluruh tubuhku, mukaku, baju, celanaku semuanya basah kuyup.
Shiit, sekali lagi shiit, lengkap telah kesialanku hari ini. Aku memaki-maki tidak karuan. Tiba-tiba Baleno itu berhenti berbagai puluh meter dari tempat aku berdiri serta langsung mundur menuju ke arahku. “Cari penyakit,” gerutuku. Aku telah bersiap-siap mau mendampratnya apabila orangnya keluar, paling tidak kumaki-maki dulu.
Urusan maaf-memaafkan akhir-akhir. Aku telah bersiap-siap ketika pintu Baleno itu terbuka, aku terkejut ketika sebuah kaki indah terbungkus sepatu kets menapak di aspal yang basah. Sesaat kemudian munculah makhluk yang menurutku sangat cantik.
Tingginya kira-kira 165 cm, kulitnya putih, kalau ditaksir-taksir umurnya kurang lebih 35-an, namun penampilannya modis jadi tidak terlihat dewasa, tapi yang paling luar biasa perhatianku merupakan bentuk bodinya yang sangat proporsional,dan mantap.

“Gitar Spanyol Cing”. Terbalut kaos ketat lengan cekak warna kelabu serta legging warna hitam selutut meningkatkan tonjolan-tonjolan tubuhnya terus nampak nyata, hingga-sampai aku meneguk air liurku, “Glek.. glek,”.
“M.. ma’af Mas…” katanya menyadarkan aku dari kekagumanku.
“Oh oh… tidak pa.. pa..” sahutku (kok jadi aku yang gugup bathinku..
“Maafkan saya Mas, saya tidak segaja.. lagi ngelamun jadi tidak sadar kalo ada orang,” ujarnya membahas.
“Mas mau pulang..? tambahnya lagi.
“Ii.. iya…” jawabku.
“Oke.. sebagai pernyataan maaf saya, gimana kalo mas saya antar pulang. Ayo mari masukMas!” pintanya tanpa menantikan persetujuanku.
Wah peluang yang tidak boleh kusia-siakan nih.
“Bagaimana ya…” kataku.
“Please… ” katanya.
Tanpa ba bi bu lagi aku langsung masuk ke Balenonya yang langsung meluncur.
“Ngomong-ngomong dari tadi kami belum kenalan, saya.. Conny,” katanya memecah kekakuan.
“Saya Irwan, Mbak,” timpalku.
Nyatanya Mbak Conny enak diajak ngomong mengenai apa saja, orangnya supel. Serta hingga aku juga tahu bahwa ia merupakan istri kedua dari salah seorang pengusaha berhasil yang meninggal sebab kecelakaan mobil setengah tahun lalu. Menurut dirinya suaminya dibunuh sebab persaingan dengan seteru bisnisnya.
“Maaf Mbak, kalau saya mengingatkan,” kataku.
“Tidak.. papa Wan,” sahutnya.
“Wan kalian tidak papa kan ke rumah Mbak dulu. Mandi dulu ya, kelak seusai itu baru kami ke rumah kalian gimana?”
“Terserah Mbak deh,” kataku mengiyakan.
Kami tiba di rumahnya di salah satu kawasan pemukiman elit yang populer. Wah nyatanya rumahnya lumayan besar serta asri.
“Masuk Wan!”
“Makasih Mbak.”
”Wan kalian mandi dulu ya,” katanya sambil menunjukkan kamar mandi.
“Nanti Mbak siapkan pakaian untukmu, kan baju sama celana kalian basah, biar di cuci di sini saja, Mbak juga mau mandi dulu.”
Kulepas semua pakaian jadi kini aku telah telanjang serta siap untuk mandi. Iseng aku mengingat Mbak Conny yang aduhai tanpa sadar “si Jonny” tiba-tiba mengeras.
Aku membayangkan apabila Mbak Conny mengatakan,
“Wan, maukah membahagiakan Mbak?
” Kurasakan “si Jonny” terus keras seiring imajinasiku mengenai Mbak Conny wajah cantiknya, kulit putihnya yang halus mulus tanpa cacat, dua gunung kembarnya yang ukuran 34 serta pantatnya yang besar.
Kukocok-kocok batang kemaluanku, sementara khayalanku dengan Mbak Conny terus menjadi-jadi, serta tiba-tiba “Cklok…” pintu dibuka, aku terkejut tanpa dapat berbuat apa-apa. Tadi aku lupa mengunci pintu kamar mandi, nyatanya Mbak Conny telah berdiri di hadapanku.
“Maaf Wan, aku lupa ngasih handuk ke kamu.”
“Oh iya Mbak,” kataku.
Mbak Conny tidak langsung berangkat ia tertegun menontonku telanjang bulat serta sekilas kulihat ia melirik batang kemaluanku yang dari tadi telah tegang. “Mbak mau mandi berdua denganku?” tanyaku asal.


Mbak Conny tidak menolak serta juga tidak mengiyakan, naluri kelelakianku mulai jalan, kutarik lembut tangannya ke dalam serta kukunci pintu kamar mandi, tanpa menantikan reaksinya lebih lanjut kusentuh wajahnya dengan lembut, “Mbak cantik sekali,” aku mulai melancarkan rayuan, “Masa sih Wan, Mbak kan telah 30 lebih, kalian dapat saja.”
Kucium pipinya dengan lembut lalu bergeser ke bibirnya yang seksi. “Wan!” keluhnya lirih, “Mbak saya sangat mengagumi Mbak,” bisikku lembut di telinganya, sambil kuletakkan tanganku melingkari lehernya.
Kembali kukecup lembut bibirnya, hari ini dirinya membalas dengan hangat, berbagai saat adegan cium itu berjalan, tanganku mulai “bergerilya”, kuusap punggungnya, terus turun ke bawah, ke tahap pantatnya, kurasakan bongkahannya tetap sangat padat, kuremas-remas dengan lembut. Hari ini ia yang melingkarkan tangannya ke pinggangku, terus erat, kurasakan gunung kembarnya menggencet dadaku kenyal serta lembut kurasakan.
Kami terus bernafsu, batang kemaluan yang telah dari tadi tegang tambah kurasakan berdenyut-denyut. Kurasakan aku terus terangsang, segera saja kubuka baju mandi Mbak Conny. Terlihatlah pemandangan yang sangat indah, aku terdiam sejenak mengagumi keindahan tersebut, kulihat payudaranya yang besar serta tetap kencang.
Kutelusuri semua tahap tubuhnya tanpa ada tahap yang terlewatkan, hingga pada “area kenikmatan” Mbak Conny. Aku terus terangsang sebab pussy Mbak Conny mulus tanpa ditumbuhi bulu sedikitpun.
Hari ini langsung kuserbu payudaranya, kuraba-raba sambil terus kissing sambil sesekali terdengar rintihannya, “Ohhh… Wan mhmmm…” kujilati kupingnya terus menjalar ke leher, dada, serta hingga ke payudaranya, kujilat, kumainkan putingnya dengan lidahku, aku terus bernafsu.
“Waaan, ohhh…”
“Hmmm, Mbak… Mbak cantik sekali.”
Hari ini tangannya mulai kurasakan lebih aktif, dirabanya punggungku turus turun ke pantatku kemudian ke depan mencoba meraih batang kemaluanku dipegangnya dengan lembut, dikocoknya pelan-pelan sambil mengatakan, “Wan, punyamu lumayan besar juga. Mbak mau merasakannya Wan… ohhh,” kembali erangannya terdengar sebab aku tetap sibuk memainkan pentil payudaranya dengan ujung lidahku.
Mulai bosan dengan payudara, kuangkat badannya, kududukkan ke pinggir bak air. Kembali aku menjilati perutnya, kukukek-kucek liang pusatnya tetap dengan ujung lidahku, terdengar kembali erangannya lebih keras, “Ooouhhh… hmmm… ahhh…” mungkin Mbak Conny telah terangsang hebat.
Keadaan ini tidak kubiarkan langsung kuarahkan lidah ku ke arah belahan pussy tanpa bulu yang indah sekali, tercium olehku aroma khas kewanitaannya. Aku terus bernafsu kujilati pussy Mbak Conny yang telah mulai basah dengan lendir kumainkan ujung lidahku menelusuri setiap millimeter dari “benda enak gila” itu.
Tubuh Mbak Conny terus terguncang luar biasa menikmati permainan lidahku, nafasnya memburu, telah tidak beraturan lagi sambil terus mengerang, “Oouuussshhh aaahhh,” merintih tidak karuan keenakan.
Ujung lidahku tetap menempel pada benda enak milik Mbak Conny hari ini tahap terbaru yang bakal kugarap. Benda sebesar biji kacang yang terletak di atas celah pussy-nya. Hoooaah, hmmm hhhh ooouuhhh, Wan terus sayang terus… terus… Ouuhh uuhhh terus…
Hari ini Mbak Conny tentu hampir mencapai puncak gunung kenikmatannya, serta aku terus saja memainkan lidahku dengan ganas di liang pussy-nya yang terus banjir oleh cairan kewanitaannya yang nikmat di lidahku.
Hingga sebuahsaat ia menjabak rambutku, serta menekan kepalaku ke selangkangannya seolah-olah jangan hingga lepas. “Ooouuhn mmm ohhh.. ohhh, Wan terus Wan… Mbak mau keluarrhh…” hingga sebuahsentakan luar biasa dampak kontraksi otot-otot badannya yang menegang. “Waaan Mbak keluaaar hhh…”
Berbagai saat badannya tetap tersengal-sengal, sambil mengatakan padaku,
“Wan makasih, kalian hebat, Mbak telah lama tidak merasakannya sejak suami Mbak meninggal.”
“Sama-sama Mbak, saya juga sangat menikmatinya, saya suka sama Mbak,” ujarku.
“Hari ini giliran kalian ya, Wan. Kini kalian duduk di pinggir sini,” katanya.
Di kecupnya bibirku, dilumatnya, lidahnya sengaja dimasukkannya menjalari seluruh rongga mulutku sambil sesekali menghisap lidahku, hari ini aku sedikit tidak menguasai kondisi, tangan Mbak Conny tetap terus memegang batang kemaluanku sambil terus mengocoknya,
“Ooohhh…” hari ini aku yang dibuatnya mengeluarkan suara keenakan.
Ah, lidahnya telah hampir di puting susuku, dimainkannya lidahnya yang membikin sensasi tersendiri. “Aahhh… enak gila,” sambil terus mengocok batang kemaluanku. Mbak Conny terus menjilati tahap tubuhku hingga akhirnya dirinya menjilati kepala kemaluan.
Dirinya terus memainkan lidahnya menjilati, kepalanya, batangnya, biji kemaluan tidak luput dari target lidahnya. “Ahhh, Mbak… enak Mbak ahhh…” Mendengar rintihanku dirinya memasukkan batang kemaluanku ke dalam mulutnya, “Ooh… terus Mbak…” pintaku.
Turun-naik kepalanya mengisap batang kemaluanku hingga keadaan dimana aku merasakan kejang serta batang kemalaunku berdenyut-denyut sangat hebat, “Ooohhh… ohhh… aku hampir keluar Mbak…” Terus ganas kepalanya turun-naik, terus mempercepat kocokan serta sedotannya serta… “Crooot… crooot… croot…” batang kemaluanku memuntahkan sperma ke dalam mulut Mbak Conny serta dengan bernafsu ditelannya sperma tersebut serta sisanya dijilatnya hingga bersih.
“Makasih Mbak,” kataku.
“Sama-sama Wan,” katanya dengan lembut.
“Oke kini kami mandi dulu biar segar serta kami ulangi lagi kelak ya di kamar.”
Aku tetap mengenakan handuk yang dililitkan ketika Mbak Conny datang membawa segelas susu coklat hangat serta memberbaginya kepadaku.
“Minum dulu sayang, biar tambah segar.”
Kuseruput coklat hangat, “Aaahhh…” kurasakan kehangatan menjalari tubuhku serta kurasakan kesegaran kembali. 77.104.158.154
Kami berciuman kembali, Mbak Conny tampak sangat menikmati ciumanku ini, matanya terpejam, nafasnya mendesah, serta bibirnya dengan lembut mengecup sambil sesekali menghisap bibir serta lidahku, jari jemari lentik guruku itu mulai bergerak turun menyusup ke balik handukku menuju buah pantatku.
Batang kemaluanku yang hanya ditutupi handuk kecil itu segera berdiri tegang. Tahap bawah kepala kemaluanku itupun langsung tergencet oleh perut Mbak Conny yang langsung menyalurkan getaran-getaran kenikmatan ke seluruh urat syarafku.
Jari-jemarinya mulai meraba kedua buah pantatku. Mula-mula rabaannya melingkar perlahan, makin cepat, makin cepat, hingga akhirnya dengan suara mendesah, diremas-remasnya dengan penuh nafsu. Aku mencium serta menjilati telinga Mbak Conny, jadi membikin tubuh janda cantik itu menggelinjang-gelinjang,
“Ohhh Wan… gelii… sss…” Kuturunkan bibirku dari kuping menelusuri leher, terus turun ke dada, jari jemarinya pun terasa terus keras meremas-remas pantatku.
Seraya mengecupi areal dadanya, jemariku membuka satu persatu kancing seragam kebanggaannya itu hingga terlihat belahan payudaranya yang besar menyembul dari balik baju mandinya. Bentuknya menghadap ke atas dengan puting yang langsung mengarah ke mukaku.
Amboi seksinya, tanpa membuang waktu kulahap payudara itu dengan gemas. Kusedot-sedot serta kujilati putingnya yang telah menegang itu. Tiba-tiba tangan kanan Mbak Conny berputar ke arah depan. Dengan sekali sentak maka terjatuhlah penutup satu-satunya tubuhku itu.
Kulirik kaca lemarinya, di sana terlihat badan tegapku yang bugil tengah menunduk menghisap payudara wanita berbadan montok yang tetap dibalut pakaian mandinya. Dari kaca riasnya kulihat Mbak Conny mengalihkan tangan kanannya ke arah selangkanganku serta…
“Slepp!” dalam sekejap batang kemaluanku telah berada dalam genggamannya. Dengan lembut serta penuh perasaan ia mulai mengocok batang kemaluanku ke atas.. ke bawah.. ke atas.. ke bawah. Uff… tidak dapat kuceritakan nikmat yang kurasakan di selangkanganku itu. Apalagi ketika sesekali ia menghentikan kocokannya serta mengarahkan jempolnya ke urat yang terletak di bawah kepala batang kemaluanku.
“Aaahhh… Mbaak… aaahh…” aku hanya dapat mengerang keenakan seraya terus mengecup serta menjilati payudaranya.
Tiba-tiba Mbak Conny mendorong tubuhku hingga terduduk di atas ranjang busanya serta ia sendiri kemudian berlutut dihadapan selangkanganku. Ia menengadahkan kepalanya serta menatap mataku dengan pandangan penuh nafsu.

Bersamaan dengan itu, ia menciumi kepala batang kemaluanku, kemudian menjilati celah penisku yang telah dipenuhi dengan cairan lengket berwarna bening. Tiba-tiba ia memasukkan penisku ke dalam mulutnya serta apa yang kurasakan berikutnya merupakan kenikmatan yang tidak terlukiskan. Mbak Conny memasukkan serta mengeluarkan penisku di dalam mulutnya dengan gerakan yang cepat sambil menggoyang-goyangkan lidahnya jadi menggesek urat bawah kepala penisku itu.
“Aaahhh… ouuhhh… Mbak! aakh… ouhhh…” aku hanya dapat terduduk sambil mengerang nikmat serta Mbak Conny tampak begitu menikmati kemaluanku yang berada di dalam mulutnya, hingga-sampai ia memejamkan matanya.
Tangan kiriku kembali meremas-remas payudara Mbak Conny sedangkan tangan kananku menyentuh tahap bawah buah pantatnya.
“Mmmh.. mmmhh…emmhhh…” rintihnya sambil terus mengulum batang kemaluanku ketika kuraba-raba celah kemaluannya.
Mbak Conny terus memperkuat sedotannya jadi memaksaku untuk terus mengerang tidak keruan, seakan tidak mau kalah, kumasukkan tanganku ke selangkangannya dari arah perut, serta dengan mudah jemariku mencapai vagina yang telah sangat basah itu.
Dalam 3 detik jariku menyentuh sebuah daging sebesar kacang yang telah menonjol keluar di tahap atas vagina Mbak Conny, jari tengah serta telunjukku segera mengocok “kacangnya” dengan cepat. “Mmmhh.. mmmhhh… aaahhh…” Mbak Conny melepaskan penisku dari mulutnya untuk berteriak histeris menikmati kocokanku di klitorisnya.
Kurang lebih 5 menit kami saling mengocok, meremas, serta menghisap diikuti dengan gelinjangan serta jeritan-jeritan histeris, ketika tiba-tiba Mbak Conny menengadahkan mukanya ke arahku serta merintih,
“Wan.. please sekarang…” Tanpa menantikan kata-kata selanjutnya kuangkat tubuh janda cantik itu dari posisi berlututnya. Kusuruh dirinya meletakkan kedua tangannya di atas meja menghadap cermin rias jadi Mbak Conny saat ini berada dalam posisi menungging.
Tampak buah dadanya bergelayut seakan menantang untuk diperah. Kurenggangkan kedua kaki mulusnya, kugosok-gosokkan penisku di belahan pantatnya sebelum kuturunkan menelusuri tulang ekornya, anus serta kutempelkan di pintu belakang vaginanya.
Perlahan-lahan kusodokkan penisku ke dalam vagina kecil yang telah sangat banjir itu, “Aaahhh…” Mbak Conny menggigit bibirnya menikmati senti demi senti penisku yang tengah memasuki vaginanya, terus dalam kumasukkan batang kemaluanku serta terus dalam…
“Ooohhh Wan… ooohhh…” serta… “Aaaakhh…” jeritnya ketika dengan keras kusodokkan penisku sedalam-dalamnya di vagina janda cantik itu. Tampak janda cantik itu tetap menggigit bibirnya menikmati besarnya batang kemaluanku yang terbenam penuh di dalam vaginanya.
Dengan segera kupompakan kemaluanku dengan cepat dari arah belakang. Kutempelkan perut serta dadaku di punggung perempuan itu serta kedua tanganku dengan keras meremas-remas serta memelintir kedua puting buah dada Mbak Conny yang telah sangat keras itu.
“Ohhh… ohh… ouuhhh…” Tiba-tiba Mbak Conny membawa kepala serta badannya ke arahku dengan menengok ke arah kiri serta menjulurkan lidahnya. Dengan cepat kusambut lidah yang menggairahkan itu dengan lidahku serta kami pun berciuman dengan posisi Mbak Conny yang tetap membelakangiku. Sebab ia menegakkan badannya, Mbak Conny menaikkan kaki kirinya ke atas meja riasnya untuk mempermudah aku terus menyodokkan batang kemaluanku.
Sambil terus melumat bibirnya serta menyodok, tanganku kembali meremas-remas kedua payudaranya. Tangan kiri Mbak Conny menjambak rambut di belakang kepalaku untuk mempererat tautan bibir kami.
Ketiaknya menyebarkan wangi khas yang membikinku terus bernafsu lagi. Tiba-tiba Mbak Conny merintih-rintih sambil terus mengulum lidahku. Tampak alisnya mengerut, wajahnya mengekspresikan seolah-olah kenikmatan yang amat sangat menjalari seluruh tubuhnya, ia dengan cepat mengajar tangan kananku yang tetap asyik meremas payudaranya untuk kembali memainkan kacangnya.
Goyangan pinggulnya menjadi terus cepat tidak terkendali, dinding vagina mulai terasa berdenyut-denyut, tiba-tiba… “Aaahhh aaahhh oouuhhh… Wan… Mbak keluaaarrr… aaahhh…”
Malam itu berbagai kali aku serta Mbak Conny mengulangi adegan 77.104.158.154 itu hingga akhirnya kami sama-sama tertidur kecapaian. Aku segera tersadar ketika menyadari ada seberkas sinar yang menerpa wajahku.
Aku segera menyadari bahwa aku berada di rumah Mbak Conny. Serta ia telah bangun serta tidak berada di kamar ini lagi, kulihat jam dinding menunjukkan pukul 10.00 serta lagi-lagi… oh shiit, aku telat masuk kantor. Sial, lagi-lagi sial.




Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.